Minggu, 22 Februari 2009

7 Etos Kerja Etnis Tionghoa

1. Tak Takut Bermimpi

Tidak perlu gengsi untuk meniti karir dari posisi paling bawah, karena mereka berani bermimpi meraih posisi yang lebih tinggi..

Contohnya, seorang loper Koran bermimpi mempunyai penerbitan nantinya. Dengan bermimpi, disadari atau tidak mereka akan berusaha atau mencari strategi untuk mewujudkannya.

2. Bekerja dan Bekerja

Orang Tionghoa berpendapat apabila ia tidak melakukan hal yang berguna untuk dirinya atau orang lain maka hidupnya akan sia-sia.

Waktu dan kesempatan adalah suatu kemewahan yang pantang disia-siakan.

3. Berpikir untuk 3 Keturunan

Ini adalah falsafah Konghucu, contohnya apabila seseorang mempunyai uang Rp. 50.000,- maka ia hanya menggunakan Rp. 15.000,- untuk keperluan pribadinya. Sisanya akan disimpan untuk keperluan anak dan cucu. Dengan bersikap hemat diyakini bisa mengantisipasi berbagai masalah di kemudian hari.

4. Tak Pernah Menyerah

Orang Tionghoa percaya bahwa setiap rintangan dalam hidup akan membawa dirinya pada keadaan yang lebih baik. Cobaan yang berhasil di lewati akan mendapat ganjaran yang lebih besar.

5. Menguasai Bisnis dari Hulu ke Hilir

Seorang pengusaha Tionghoa akan menghemat biaya produksi dengan menangani seluruh proses produksi. Memang ilmu ini rawan praktek monopoli, tapi bisa diambil positifnya yaitu kita harus bisa mengenal dan menguasai seluruh pekerjaan yang digeluti.

6. Memberi Pelayanan Terbaik

Pepatah Tionghoa berbunyi “Jika tak pandai tersenyum janganlah membuka toko”. Kira-kira maksudnya adalah dalam berkarir atau berbisnis, kemampuan kerja bukanlah yang utama, tetapi kemampuan dalam membawa diri dalam berbagai situasi lah yang akan mengambil peranan penting..

7. Memelihara Relasi

Menurut pepatah Tionghoa “Walau berisik dan buang kotoran dimana-mana, jangan pernah menyembelih angsa bertelur emas”

Artinya kira-kira adalah serepot apapun, hubungan baik dengan relasi adalah sesuatu yang harus dan wajib dijaga. karena mereka bagai angsa bertelur emas.



9 Kunci Sukses Etnis TiongHoa

Pertama, usaha keras, berani mencoba dan tak takut gagal, memulai dengan apa adanya. Agaknya poin inilah yang menjadi kelebihan utama dari para pengusaha Tionghoa. Dalam keluarga Tionghoa, kerja keras bukanlah hal yang aneh. Mereka sudah terbiasa lembur hingga pagi. Jika ada kesempatan, seperti menjelang hari raya Imlek, mereka tahu bahwa permintaan pelanggan akan meningkat, maka mereka akan bekerja keras untuk memenuhi permintaan tersebut karena mereka menyadari bahwa Imlek Cuma satu kali dalam setahun.

Orang Tionghoa pada umumnya berani memulai suatu usaha dan tidak takut gagal. Mereka mempunyai sense of urgency yang tinggi. Mereka sering berpendapat, “Jika tidak memulai sekarang, kapan lagi?” Gagal bukanlah hal yang menakutkan karena mereka selalu memulai usaha dengan apa adanya dan dari bawah.

Kedua, mengumpulkan informasi dan belajar. Sebelum terjun ke suatu bidang usaha, orang Tionghoa akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Mereka tidak segan pergi ke saudara, teman dan bahkan pihak yang tidak mereka kenal. Setiap pembicaraan dengan siapa saja mereka gunakan untuk bertanya mengenai usaha yang akan ditekuni. Kemanapun mereka pergi, mereka akan membuka mata dan telinga lebar-lebar. Mereka sangat mahir melakukan survey terhadap usaha yang akan mereka geluti.

Mereka juga tidak segan untuk belajar. Cara belajar yang umum adalah bekerja dengan orang yang usahanya serupa. Setelah yakin telah menguasai cukup informasi dan ketrampilan mereka akan berusaha sendiri.

Ketiga, melakukan perencanaan. Perencanaan yang paling umum dilakukan adalah melihat dari sisi untung-ruginya suatu usaha. Dalam bahasa akademis, mereka mempertimbangkan feasibility usaha yang akan mereka jalankan. Berapa banyak ongkos yang akan dikeluarkan, bagaimana cara mendapatkan bahan-baku / material, bagaimana mempersiapkan produk mereka, siapa yang akan beli, akan dijual dimana, kapan kembali modal, dan berapa keuntungannya merupakan faktor utama yang mereka pertimbangkan.

Perencanaan mereka juga sampai memperhatikan efektifitas (tujuan tercapai) dan efisiensi (tepat cara tanpa banyak mengorbankan waktu dan tenaga) usaha yang mereka geluti.

Keempat, membina relasi. Walaupun orang Tionghoa sangat kompetitif, tetapi mereka selalu sadar bahwa membina relasi adalah salah satu kunci keberhasilan mereka.

Untuk membina hubungan baik mereka tidak ragu untuk mengeluarkan pengorbanan tertentu, seperti pemberian hadiah, mengundang makan dan melakukan entertain terhadap relasi mereka. Siapa saja yang bisa membantu melancarkan dan mengembangkan usaha adalah relasi mereka. Dengan pembinaan relasi yang baik, terbuka kerja sama yang saling menguntungkan.

Kelima, kemampuan administrative dan inventory control. Banyak orang lupa hal yang satu ini. Orang Tionghoa sangat sadar akan pentingnya kemampuan dalam beradministrasi dan melakukan pengontrolan inventory.

Mereka sangat memperhatikan secara terperinci setiap kegiatan usaha mereka dan merekamnya dalam catatan. Karena itu mereka tahu betul neraca keuangan mereka dan persediaan inventory mereka. Contoh, jika kita belanja sesuatu di toko orang Tionghoa sangatlah jarang mereka sampai kehabisan persediaan.

Keenam, kemampuan pemasaran. Kemampuan pemasaran orang Tionghoa umumnya ditunjang oleh kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan kemauan pelanggan serta kemampuan menentukan harga jual dari suatu produk secara tepat. Dari proses ini, maka terjadilah penyebaran iklan gratis dari mulut ke mulut.

Untuk pengusaha yang cukup besar, mereka melakukan positioning secara professional dengan mensponsori kegiatan tertentu dan pemasangan pengiklanan melalui media cetak dan media digital.

Ketujuh, mendelegasikan. Orang Tionghoa sadar betul bahwa untuk mengembangkan suatu usaha agar menjadi besar, mereka harus bisa mendelegasikan pekerjaannya. Syarat utama pendelegasian adalah orang atau karyawan mereka harus bisa dipercaya. Karena itu, mereka cenderung mencari orang yang sudah dikenal lama dan terbukti bisa dipercaya. Bagi mereka keahlian berusaha bisa diajarkan, tetapi kepercayaan tergantung dari masing-masing kepribadian.

Karena system kepercayaan ini jugalah maka, mereka tak segan-segan meminta anak mereka yang masih kecil membantu usaha mereka. Di lain pihak, anak mereka yang sudah terbiasa terekspos dengan usaha orang tuanya, membuat sang anak tumbuh dengan naluri usaha yang mendarah daging.

Kedelapan, mendiversifikasi. Pengusaha Tionghoa tak mudah merasa puas dan cukup atas usaha mereka. Mereka selalu berusaha untuk memperluas usahanya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan deversifikasi produk.

Mereka cenderung mempunyai keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Mereka ingin agar pelanggannya hanya dating ke mereka. Untuk mewujudkan keinginan ini, cara yang paling tepat adalah berani melakukan deversifikasi produk.

Kesembilan, mengolah keuangan. Tidak ada istilah “uang mati” dalam kamus berdagang ala orang Tionghoa. Mereka selalu mempekerjakan uang tersebut supaya bisa berlipat ganda.

Cara yang paling umum dilakukan adalah menanamkan modal kembali ke usaha mereka. Hal ini bisa dilakukan untuk mendirikan usaha baru atau untuk membesarkan usaha yang telah ada.

Senin, 16 Februari 2009

Dewa Rejeki #2. Fan Li, Kaya Melalui Pengolahan Yang Benar

Fan Li yang juga dikenal sebagai Tao Zhu Gong adalah tokoh sejarah yang nyata yang hidup pada zaman dinasti berperang (Warring States). Beliau berasal dari Negara Bagian Chu dan mengabdi untuk Negara Yue (dikarenakan Negara Chu sudah ditaklukkan oleh Negara Wu).

Kerajaan Yue di pimpin oleh Gou Jian yang pada waktu itu dikalahkan oleh Raja Wu yang bernama Fu Chai. Namun Fu Chai tidak membunuh Gou Jian, dan hanya menjadikan dia Budak selama 3tahun. Setelah 3 Tahun berlalu Gou Jian dilepaskan oleh Raja Fu Chai untuk kembali ke Negara Yue, akan tetapi Gou Jian tetap memendam rasa malu yang di tanggung dia selama 3 tahun menjadi budak. Dia pun bertekad untuk membalas penghinaan yang dialami olehnya. Walaupun kembali ke Negara Yue dan tetap berstatus Raja, Gou Jian tetap tidur diatas kayu dan menelan empedu (Wo Xin Chang Dan) selama 10tahun yang dimana untuk mengingatkan dia atas penghinaan yang pernah dialaminya.

Di bawah perencanaan Fan Li, Negara Yue mulai meningkatkan produktivitasnya dan mulai membangun kekayaan dan kekuatan militer.Berkat strategi dari Fan Li, pada akhirnya Raja Gou Jian mengalahkan Raja Fu Chai dan menjadikan Gou Jian sebagai salah satu Raja yang paling di takuti pada Zaman Chun Chiu (Spring & Autumn).

Setelah itu Raja Gou Jian mengangkat Fan Li sebagai pejabat tertinggi, namun Fan Li memilih untuk mengundurkan diri dan melalang buana bersama keluarganya.

Pada saat tiba di pantai timur Negara Qi, Fan Li membuat garam dari air laut dan mengelola lahan pertaniaan. Pengelolaan yang baik akan membawakan kekayaan. Dalam waktu beberapa tahun, Fan Li telah mengumpulkan kekayaan yang besar.
Dikarenakan beberapa sebab, Fan Li kemudian memutuskan untuk meninggalkan negara Qi. Ia memberikan semua uangnya kepada teman dan tetangganya. Pada saat itu Anaknya bertanya pada Fan Li, "Ayah, apakah tidak terlalu disayangkan jika kita memberikan semua harta kita pada orang lain?"

"Simpan uang hanya untuk bertahan hidup dan mengatasi keadaan. Kalau uang menjadi beban, maka berikan kepada orang lain", Jawab Fan Li.

Sewaktu tiba di daerah Tao Yi, Fan Li pun memulai usaha baru untuk menjadi makmur. Pada tahun itu panen gandum melimpah sehingga harga gandum sangat murah. Fan Li pun memborong banyak sekali gandum dan di simpan didalam gudang. Pada tahun berikutnya Panen buruk. Harga gandum pun naik, Fan Li kemudian menjual persediaan gandumnya dengan harga tinggi.

Dengan memahami pasokan dan permintaan pasar (supply & demand) Fan Li kemudian mengumpulkan kekayaannya kembali.

Ada peraturan emas Fan Li untuk keberhasilan usaha, yaitu:

12 tolok ukur emas:
Jadilah seseorang yang
- terampil menilai karakter orang
- mengutamakan pelanggan
- bertekad yang kuat
- menarik dalam mempromosikan dagangan
- cepat tanggap
- jeli dalam pengontrolan kredit
- selektif dan memperkerjakan yang terbaik
- berani dalam memasarkan produk
- pintar dalam mendapatkan produk
- pintar dalam menganalisa peluang pasar
- panutan pengusaha lainnya
- visioner

12 pengajaan emas:
- Jangan Kikir
- Jangan Plin Plan
- Jangan Pamer
- Jangan Curang
- Jangan Menunggak Hutang
- Jangan Diskon sewenang wenang
- Jangan Mengikuti naluri kelompok
- Jangan Melawan Siklus usaha
- Jangan Mempercayai atau mengingat fitnah
- Jangan Terlalu banyak membeli dalam kredit
- Jangan Menabung di bawah takaran
- Jangan Mempromosikan secara membabi buta

itulah rahasia peraturan emas dari Fan Li untuk keberhasilan dalam usaha. Fan Li juga dikenal sebagai salah satu dewa rejeki yang paling bijak. Beliau adalah Pejabat yang setia dan bijak dan Juga seorang pedagang yang termasyur.

Sheng Chai Yu Tao (Menjadi Kaya Ada Aturannya).

DEWA REJEKI

Dalam menyambut perayaan Imlek, kita semua tentu sudah membeli pakaian baru, celana baru, sepatu baru dan semua serba baru. Tidak lupa juga kita memutar lagu imlek dan bermain DHAR..! DHER..! BANG..! (petasan berbunyi). Semua ini kita lakukan untuk menciptakan suasana ceria dan sukacita dalam rangka merayakan imlek.

Dan pada hari pertama imlek (dini hari) sebagian dari kita akan melihat orang tua kita menyiapkan altar dan kemudian mempersembahkan buah dan dupa..

lalu datang seorang anak dengan wajah imut, cerdas dan lucu, menghampiri Mamanya trus bertanya.. "Mama..mama.. kita mau ngapain Ma?"

Dan Mama pun menjawab dengan nada yang penuh kasih, "Kita mau menyambut kedatangan Dewa Rejeki (Chai Sen Ye). Biar dalam tahun ini kita di berkati dengan kesehatan, rejeki dan kebahagiaan yang cukup dan berlimpah".

Itulah awal cerita dimana pertama kali saya mengenal Sang Dewa Rejeki sekitar 18 tahun yang lalu.

Sekarang ini saya baru tahu bahwa menurut mitos orang tionghua ternyata dewa rejeki ada berbagai macam jenis. Ada Fan Li, Bi Gan, Bai Wu Chang, Lu Hai, Guan Yu, dsb.

pada part #1 ini kita akan membahas bagaimana Guan Yu (Guan Xia Di Gong) / Guan Gong di anggap sebagai salah satu dewa Rejeki (bukannya dia lebih cocok jika jadi Dewa Perang???)

Cerita ini berawal ketika Guan Yu memerintah provinsi Jing Zhou. Beliau memerintah provinsi tersebut dengan Adil dan Tegas, dan Rakyat Jing Zhou pun hidup dalam kemakmuran. Sampai akhirnya ketika dia di penggal oleh Sun-Quan, semua rakyat Jing Zhou bersedih dan sebagian besar rakyat di provinsi Jing Zhou mengenang beliau dengan menaruh gambar (potrait) beliau di Rumah mereka.

Cerita ini pun menjadi turun temurun hingga akhirnya dia di Dewa kan oleh masyarakat Tiong Hua.

Sebab itu, di Kepolisian Hong Kong maupun di Gang Mafia Taiwan banyak yang menyembah dewa Guan Kong karena mencerminkan sikap Kesetiaan (loyalitas), Adil dan Tegas.

Dan bagi masyarakat Tiong Hua di sebagian kota di Indonesia (mis: Medan, Batam, dsb) mereka selalu sembayang di keleteng Dewa Guan Gong apabila ingin memulai bisnis baru atau meminta petunjuk bisnis lewat "Tjiam".

Dengan begitu, Dewa GUAN XIA DI GONG pun di kenal sebagai salah satu Dewa Rejeki bukan Dewa Perang.

* Nantikan part Dewa Rejeki #2 "Fan Li, kaya melalui pengolahan bisnis yang benar"


GONG XI FA CHAI

Kamis, 12 Februari 2009

Pernyataan Sikap "Tolak Politisasi Etnis Tionghoa oleh Elite Politik & Pengusaha Tionghoa"

Kebebasan dan kesetaraan adalah dua prasyarat penting dalam membangun

kehidupan politik yang demokratis. Kedua nilai inilah yang berhasil

ditenggelamkan pada titik nadir oleh rezim otoritarian Orde Baru.

Meski belum paripurna, proses demokratisasi pasca reformasi 1998

berhasil membuka sumbat ruang - kebebasan dan mentransformasikan

relasi–relasi timpang hasil rekayasa rezim menjadi lebih demokratis.

Salah satu gambarannya tampak pada kasus Tionghoa. Selama Orde Baru

etnis Tionghoa diposisikan menjadi "musuh bersama" penguasa yang secara

politik dibungkam. Pola yang sama juga kita temukan dalam literatur

sejarah nusantara di era kerajaan – kerajaan.

Itulah mengapa sejarah juga mencatat bahwa etnis Tionghoa ecara

politik dan kebudayaan sering kali terjebak dalam hubungan patronase

yang dibuat oleh rezim orde baru. Kini pasca gerakan reformasi pola

relasi ini perlahan mulai diretas. Dari situ, adalah kewajiban bagi

etnis Tionghoa Indonesia bersama sama dengan warga lainnya untuk

bersikap dan berdiri dalam penghayatan kewarganegaraan dan

demokratisasi baru yang mengedepankan kesetaraan dan keyakinan

demokratisnya selaku warga negara.

Berpijak dari kacamata ini; dengan adanya pernyataan sejumlah elemen

Tionghoa Indonesia beberapa waktu belakangan ini yang secara terbuka

menyatakan dukungan politik kepada pemerintahan yang sedang berkuasa

baik melalui iklan media massa cetak dan elektronik, maka kami

menyatakan sikap sebagai berikut:


Pertama, Belajar dari sejarah dukung mendukung suatu

kekuasaan dengan mengatasnamakan etnis adalah suatu hal yang

kontraproduktif. Cara semacam itu adalah ekspresi minority complex

syndrome warisan jaman Penjajahan dan Rezim Orde baru yang perlu

dikikis.


Kedua, Klarifikasi dan artikulasi etnis dalam suatu mobilisasi politik

yang sarat kepentingan akan menghasilkan dan membuka jurang ketegangan

sosial yang sama sekali tidak perlu bahkan bisa membahayakan karena

dapat menyulut politik berbasis identitas.


Ketiga, Mobilisasi semacam itu secara psikologis akan menempatkan

kembali Tionghoa Indonesia dalam hubungan patronase dengan kekuasaan

dan penguasa, Patronase semacam ini selain berpeluang bagi kembali

terulangnya dominasi juga sangat tidak sesuai dengan cara-cara

berpolitik reformasi.


Keempat, Adanya politisasi etnis & klaim bahwa semua masyarakat

Tionghoa hanya mendukung salah satu partai pemilu 2009 dan

pemerintah yang sedang berkuasa adalah menyesatkan bahkan cenderung

eksploitatif, karena kenyataannya masyarakat Tionghoa

Indonesia sangat majemuk dalam orientasi politik, partai, agama, dan ideologi.


Kelima, Kebebasan berekspresi masyarakat Tionghoa dalam budaya dan

politik tidak terlepas dari peran serta dan jasa para presiden

Republik Indonesia seperti B.J Habibie, Megawati Soekarno Putri,

Abdurrahman Wahid, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sesuai masanya,

dan bukan mutlak jasa salah seorang presiden.


Keenam, Menghimbau para elite Tionghoa untuk lebih beretika dan

bijaksana dalam melakukan kegiatan politik dan sosial yang

menggunakan simbol simbol budaya Tionghoa hanya untuk

kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek / sesaat.



Hormat Kami,


Dewan Pimpinan Pusat

Ikatan Pemuda Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (IP-PSMTI)