Sabtu, 27 Desember 2008

80 tahun Sumpah Pemuda.


Oleh :

Andrew A. Susanto
Ketua Umum DPP IP-PSMTI

Beberapa saat lagi kita akan merayakan 80 tahun Sumpah Pemuda. Delapan puluh tahun yang lalu para pemuda di negeri ini berkumpul untuk mencoba mencari, merumuskan, dan mengukuhkan identitas mereka. Setelah melalui serangkaian proses maka pada Kongres Pemuda II akhirnya mereka mendeklarasikan suatu pernyataan sikap tentang “kebersatuan hati” mereka terhadap tanah yang belum terlahir, tanah Indonesia.

Delapan puluh tahun telah berlalu. Indonesia telah merdeka. Pertanyaannya adalah selama 80 tahun ini apakah yang dideklarasikan para rekan-rekan pemuda tempo doeloe masih merasuk, masih menjiwai tiap sanubari para pemuda Indonesia? Kalau jawabannya tidak, maka apa yang salah? Apa yang hilang selama 80 tahun terakhir ini? Saudara-saudaraku para ketua IP, para pengurus, para anggota dan simpatisan, mari kita renungkan bersama-sama pertanyaan tersebut.

Saudara-saudaraku tercinta, IP dibentuk dengan suatu kesadaran nasional bahwa kita para pemuda tionghoa juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa yang tercinta ini. Namun sadar itu saja tidaklah cukup! Harus ada sesuatu yang dilakukan. Cinta bangsa tidak cukup tanpa perbuatan yang nyata. Cinta tanpa perbuatan adalah mati! Oleh karena itu kita harus berbuat sesuatu untuk bangsa ini. Berbuat apa? Saya rasa yang pertama adalah membangun diri. Balajar dan mau peduli dengan sesama di sekitar adalah modal untuk memulai. Susahkah? Ya memang susah. Saya tidak pernah menyinggung kata mudah sebelumnya. Meskipun sulit tetapi kita harus memaksa diri membiasakan hal tersebut untuk tumbuh di dalam diri kita. Belajar, mau bertumnbuh, dan peduli dengan sesama disekitar kita. Kita budayakan hal ini di dalam organisasi kita.

Saudara-saudara, saya menyadari bahwa memang banyak sekali tantangan yang harus dihadapi untuk mengembangkan organisasi kita. Anak-anak muda itu selalu saja ada alasannya untuk malas berorganisasi. Apalagi dengan organisasi yang ada kata Tionghoa-nya, wah malas ah! (Cita-cita Saudara William Tjahjadi, pendiri IP, adalah agar pemuda-pemudi Tionghoa tidak akan ,merasa malu lagi bila bergabung dalam organisasi yang ada kata Tionghoa sebagai nama organisasinya.) Wajar mereka berpikiran seperti itu. Malu takut dikatain cina, lalu diomelin bokap nyokap karena ikut-ikut “Baperki baru”, gak fun karena gak asik kegiatannya adalah alasan-alasan umum anak-anak muda tionghoa untuk menghindari IP. Masih banyak alasan lain, fokus kuliah, kerja, bahkan kadang-kadang pacar dijadikan alasan. Ya saudara-saudaraku, kita maklumi mereka. Mengerti mereka adalah jalan terbaik untuk mengajak mereka.

Masih banyak hal-hal teknis yang harus kita diskusikan bersama untuk mengatasi tantangan ini, namun pada tulisan kali ini saya hanya mau mengingatkan agar kita harus selalu bersemangat. Tantangan akan selalu ada, tetapi kita akan jalan terus. Janganlah kita berhenti sebelum menang. Kemenangan kita adalah apabila rekan-rekan pemuda sudah dapat merasa bersyukur dan bangga bila berada di dalam organisasi kita. Dan bersama-sama dengan mereka kita memiliki budaya kental untuk belajar, mau bertumbuh dengan sengaja, serta peduli dengan sesama disekitar kita. Cepat atau lambatnya cita-cita kita itu tercapai hanya tergantung dari kita. Semangat saudara-saudara, semangat!

Akhir kalam, saya hanya akan mengutip kata-kata almarhum Laksamana John Lee,“Darah saya Tionghoa, agama saya Kristen, bangsa saya Indonesia!”


Salam,

Andrew A. Susanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar